Klik : www.bukumilyarder.blogspot.com
Klik : www.yudipram.blogspot.com
“Kemana Tsa’bah?”
“Bisnis ya Rasulullah. Kambingnya makin banyak, di tepi perbatasan kota,” jawab para sahabat.
Rasulullah semakin tercenung.
Ya, wajar sekali Nabi tertegun sekarang. Dahulu, Tsa’labah selalu berada di shaft pertama shalat berjamaah. Persisi di belakang Nabi. Dia, lelaki miskin itu selalu setia dan rajin sholat lima waktu, di awal waktu. Dia satu shaft bersama Abu Bakar, Umar,Ali, Usman dan di supermilyader Abdurrahman bin Auf serta sahabat terkemuka lainnya.
Oh, alangkah bahagianya hidup sejaman dengan Rasullullah. Melihat Rasulullah tersenyum, bersentuhan langsung dengan beliau, menyauk ilmu dari telaga yang paling bening secara langsung, alangkah beruntungnya dapat bercakap-cakap dengan Rasulullah.
Namun, terusik jiwa Tsa’labah. Ia ingin lekas kaya raya, bergelimbang harta benda duniawi.
Suatu hari, usai sholat berjamaah, dengan dada berdebar-debar Tsa’labah memberanikan diri, mendekati Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, doakan saya jadi orang kaya raya,”
“Oh, engkau Tsa’labah. Engkau orang yang selalu sholat berjamaah di shaft pertama di awal waktu…cukuplah dengan keadaanmu sekarang…” jawab Rasulullah sambil tersenyum.
Sang Utusan Tuhan memiliki firasat yang amat tajam tentang jiwa sahabatnya yang satu ini, di masa depan.
Namun, selalu setiap berjumpa dengan Rasulullah, lelaki melarat itu ingin didoakan menjadi manusia sang milyader.
Dengan berat hati, doa dipanjatkan Nabi ke langit. Untuk Tsa’labah.
Angin padang pasir membumbung tinggi. Nasib berputar. Awalnya, hilanglah sholat jamaah. Satu waktu. Lalu, jamaah lohor hilang pula. Ashar tiba.
“Kemana sahabat kita, Tsa’labah?”
“Bisnis wahai Nabi, kami dengar kambingnya berkembang biak. Dia sibuk…” sahut para sahabat.
Tsa’labah kian asyik dengan wirausaha yang sangat manis, namum berbahaya itu.
Hari Jumat pun tibalah. Rasulullah mengedarkan pandangan ke sekeliling masjid Nabawi di Madinah. Kemana Tsa’labah?
Oh, dia tidak menegakkan sholat Jumat karena urusan bisnis ternak kambingnya.
Kabar gembira akhirnya tiba juga. Penduduk Madinah merata telah tahu, lelaki yang dahulu berpakaian compang camping, miskin dan selalu sholat berjamaah di belakang Nabi Muhammad kini datang, berjalan gagah perkasa dengan pundi-pundi dinar emas, hendak membayar zakat kepada Nabi.
Sayang, Nabi menolak zakat perniagaan yang diserahkan Tsa’labah. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia menangis tersedu-sedu. Senyumnya yang terkembang karena dikira mendapatkan perlakuan istimewa dari Nabi, kini Tsa’labah hancur hatinya. Ia ingin tobat. Namun tobat Tsala’bah tidak diterima.
Setelah Rasulullah wafat, lelaki milyader karena usaha kerasnya dalam bisnis berusaha membujuk khalifah Abu Bakar. Ia ingin membayar seluruh zakat yang dahulu ditolak Rasullah. Abu Bakar bukan lelaki bodoh. Dengan halus dan tegas Abu Bakar menolaknya.
“Wahai Tsa’labah, bagaimana aku bisa menolak zakat yang Rasulullah sendiri menolaknya?!”
Kembali Tsa’labah menangis. Tersedu-sedu.
Setelah dua tahun memerintah Abu Bakar wafat. Umar bin Khatab naik jadi khalifah. Kembali Tsa’labah merengek-rengek, agar khafilah menerima zakatnya.
Umar bukan orang bodoh. Umar, lelaki yang paling disiplin dan setia dalam membela Islam. Dengan kontan Umar menolak.
“Nabi saja menolak zakatmu. Masa aku akan menerimanya!!!”
Sang milyader kini limbung. Akhirnya, ia mati dalam penyesalan mendalam. Tobatnya tak diterima sampai dia mati.
Bisnis adalah pendakian terjal dan berbahaya, bagi orang-orang yang melalaikan sholat berjamaah di awal waktu dan di shaft pertama.
Ya, Tsa’labah bukanlah maha milyader Abdurrahman bin Auf, yang dengan yakin menyedekahkan 30 ribu ekor kuda untuk jihad fi sabilillah.
Dia, bukan Umar yang menyerahkan 50 % hartanya untuk jihad fisabilillah.
Tsa’labah bukanlah Abu Bakar yang menyerahkan 100 % hartanya untuk jihad fi sabilillah.
‘Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?” tanya Rasulullah.
“Untuk keluargaku, telah kutinggalkan Allah dan Rasul-Nya.”
Padahal Tsa’labah, Umar, Abu Bakar dan Abdurrahman bin Auf, adalah hidup sejaman dengan Rasulllah.
Bedanya, ada 10 sahabat, para milyader yang dijamin masuk surga, kecuali Tsa’labah. Dialah, milyader yang malang.
“Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang,laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sholat, dan dari membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang di hari itu hati dan dan penglihatan terguncang. Mereka mengerjakan yang demikian itu supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya TANPA BATAS.
Dari kisah historis di atas, ada 3 kekeliruan terbesar yang sering dilupakan oleh calon milyarder.
1. Anda ingin lekas kaya raya secara meluap-luap, dengan tidak mempertimbangkan nilai luhur lainnya. Dengan ambisi ingin kaya raya, karena sebelumnya amat miskin hidupnya, anda lalu kehilangan orientasi, bagaimana cara merengkuh kekayaan itu dan untuk apa kekayaan digunakan.
2. Anda mengurbankan diri sendiri demi gelora bisnis, dengan meninggalkan orang-orang sholeh yang hidup sejaman dengan anda. Tsa’labah, karena ambisi bisnisnya yang tak kenal waktu, ia menjauh dari nasehat-nasehat Rasulullah, menjauh dari Abu Bakar, Umar dan orang sholeh lainnya di masa hidupnya.
3. Anda meninggalkan sholat berjamaah di mesjid di awal waktu. Awalnya, Tsa’labah selalu sholat berjamaah lima waktu di mesjid di belakang Rasulullah SAW, berada di shaft pertama bersama Abu Bakar, Umar, Tholhah, Abdurrahman bin Auf dan lainnya. Akhirnya, karena diseret oleh ambisi bisnis, ia hancur di dunia dan di akhirat.
Itulah tiga kekeliruan terbesar yang sering dilupakan oleh calon milyarder.
Semoga anda, dan saya termasuk milyarder yang selamat di dunia, selamat di akhirat dengan cara menghindarkan tiga kekeliruan Tsa’labah, sang milyarder malang.*
Ingin Kiat Praktis Dirikan Wirausaha Penerbitan Buku di Rumah dan Kiat Menulis Buku dengan Kecepatan Cahaya?
Klik : www.bukumilyarder.blogspot.com
Klik : www.yudipram.blogspot.com

1 komentar:
nice...
Benar-benar menyegarkan n juga sebagai sebuah pengingat.
Saya juga setuju dengan 'belajarlah dari sejarah'.
Posting Komentar