Dapatkan Panduan CD 200 hal, 1 VCD "REVOLUSI RUMAH" tg KIAT DIRIKAN PENERBITAN BUKU DI RUMAH & KIAT MENULIS 24 BUKU DALAM 12 BULAN. Invst.Rp. 999.900. Diskon Rp. 800.000,- jk BAYAR tg. 1 s/d 15. Transfer tgl 16 s/d 31, investasi tetap Rp. 999.900,- Hub. 0813.1043.3010 Garansi :DIPANDU SECARA PRIBADI SAMPAI PUNYA PENERBITAN SENDIRI e mail Yuditobat61@gmail.com hp. 0813.1043.3010 TRANSFER : BANK SYARIAH MANDIRI CAB. CIPUTAT NOREK. 00400.607.30 klik: bukumilyarder.blogspot.com

Selasa, 25 November 2008

MENYINGKAP RAHASIA BESAR PENULIS BUKU DI INDONESIA TIDAK BISA KAYA RAYA DAN JALAN KELUARNYA YANG PALING RASIONAL (Karya ke-10)

By Yudi Pramuko, only in Indonesia (Kamis, 20 Nopember 2008)

Klik : www.bukumilyarder.blogspot.com
Klik : www.yudipram.blogspot.com

SEMUA BUKU TENTANG TEKNIK karang mengarang yang pernah terbit di Indonesia, misalnya ‘Teknik Mengarang”-nya Mochtar Lubis, atau ‘ABC Karang Mengarang’-nya Aoh Kartahadimadja, atau ‘Pengantar Dunia Karang-Mengarang’ karya The Liang Gie, atau kitab pedoman mengarang lainnya, telah dengan berhasil memberikan sebuah jebakan yang sama yang mendorong para pengarang ke lembah kemiskinan dan penderitaan hidup, karena buku-buku itu melupakan satu hal penting: aspek bisnis dan wirausaha di dalam dunia mengarang.

Lenyapnya aspek jiwa dan praktik bisnis dan wirausaha, yang seharusnya melekat dalam diri seorang pengarang, membuat mereka, setelah membaca buku teknik mengarang itu, terbuai, terbius mimpi bisa kaya raya dengan kegiatan menulis.
Proses kreatif yang dilukiskan Arswendo Atmowiloto, Sutan Takdir Alisjahbana, Wildan Yatim, Subagio Sastrowardoyo, Ajip Rosjidi, dalam buku “Proses Kreatif” susunan Pamusuk Eneste (Jakarta: Gramedia, 1983), semuanya memberikan jebakan dan jeratan yang mengerikan. Kaitan wawasan bisnis dan kewirausahaan dengan pengembangan dan kesuburan karya pengarang, terputus!

Pengarang-pengarang besar Indonesia itu terkesan abai pada pentingnya aspek bisnis yang dapat membuat mereka mandi uang! Cara berpikir industri, di benak pengarang senior itu, benar-benar tak diberikan ruang untuk bernapas, atau dikeluarkan ke publik, hingga aspek kewirausahaan itu mati suri. Dan, dilupakan.

Pengalaman menunjukkan, umumnya kehidupan pengarang di bumi Indonesia, hidup melarat sepanjang hidup mereka, sukar sekali keluar dari himpitan ekonomi keluarga, sedikit banyak keadaan ini dipengaruhi oleh bacaan mereka sendiri. Bacaan yang menjanjikan kehidupan menyenangkan melalui, semata-mata, memproduksi naskah sebanyak-banyaknya, dan pengarang hidup kaya dari honorarium yang diterimanya dengan cara menjual naskah-naskah ke penerbit.

Puh!
Omong kosong!

Itu, alam pemikiran lama. Tidak bisa dipertahankan! Kini jaman baru tiba. Jaman industri telah membentang. Namun, masih ada para pengarang pemula membebek pikiran lama.Tanpa koreksi sama sekali! Tandanya, dia masih asyik menulis bermeter-meter, berratus halaman sambil mencampakkan cara berpikir industri di kepalanya sendiri.

Hanya seorang pengarang esai Eka Budianta, dalam bukunya “Menggebrak Dunia Mengarang” (Jakarta: Puspa Swara, 1994) yang sadar pentingnya aspek wirausaha dan berinteraksi dengan pasar. Eka menulis, begini:
“Untuk itulah setiap orang yang ingin jadi pengarang, sebaiknya merasakan sendiri mudah dan sukarnya menjual buku. Tanpa pemahaman pada minat baca, kemampuan ekonomi dan sikap masyarakat pada buku, Anda hanya dapat memuaskan diri sendiri. Padahal tugas pengarang juga memuaskan masyarakatnya.” (hal. 62)

Tentang mudahnya mendirikan penerbit, (Eka, penulis artikel, esai budaya dan buku ini kini mengelola penerbitan sendiri), menulis:

“Mendirikan penerbit di Indonesia tidak sesulit membangun kantor pos atau membuka restoran. Anda tidak harus segera punya armada kurir atau seratus koki. Dalam banyak contoh di luar negeri, penerbit sering hanya terdiri atas dua atau tiga orang. Asal ada yang mengerti redaksi, ada yang paham pemasarannya, langsung bisa jalan” (hal. 66)

Kebanyakaan bacaan dan pedoman mengarang yang terbit itu menjual mimpi indah kepada para pengarang dan pengarang pemula.
Mimpi menjadi kaya raya dengan menulis tidak punya dasar sama sekali di alam kenyataan. Namanya juga mimpi. Bunga tidur. Setelah bangun, tersadar, pengarang barulah sadar, realitas hidup demikian pahitnya!
Kalau pun diceritakan, dalam buku itu, ada pengarang besar yang berhasil merebut Hadiah Nobel, dan menjadi ternama, disanjung, bukunya dicetak jutaan keping di seluruh dunia, bermandi uang, hendaknya disikapi dengan sangat hati-hati. Pertanyaannya, di antara 6 milyar penduduk bumi, berapa orang yang meraih penghargaan tingkat dunia. Jawabnya, hanya satu orang dalam satu tahun! Pertanyaan berikutnya, berapa jumlah pengarang sukses di Barat, yang bisa berlayar di atas samudera kekayaan, dari semata-mata menjual naskah mereka ke penerbit?

SUSAHNYA HANYA JADI PENGARANG
Penulis sendiri merasakan pahitnya hidup sebagai pengarang. Lewat buku ‘HAMKA Pujangga Besar’, (Bandung: Rosda Karya) yang dijual di toko buku Rp. 22. 500,-, penulis mendapat Hadiah Adikarya, dari IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), sejumlah tiga juta rupiah tahun 2002, maka dalam seminggu uang itu ludes! Bayangkan, bagaimana kalau pengarang tidak dapat hadiah? Mungkinkah hidup layak dari tulis menulis?


Apakah yang harus diperbuat setelah mendapat uang muka honorarium Rp. 800 ribu, dari penerbit, plus 10 buku ‘HAMKA, Pujangga Besar’ sebagai nomor bukti. Buku dicetak tiga ribu buku. Bayangkan, apa arti delapan ratus ribu rupiah bagi biaya hidup seorang pengarang di Indonesia? Padahal sejak mengirimkan naskah “HAMKA, Pujangga Besar” ke penerbit hingga buku itu terbit dan beredar di pasar memakan waktu 1 (satu) tahun lamanya?

Sungguh bisa dimengerti jika muncul tulisan di harian Republika Ahad, 2 Mei 2004 berjudul “Mungkinkah hidup layak dengan menulis?”, tulisan Arba’iyah Satriani.
Sang wartawan tidak menjawab dengan tegas, pertanyaan yang diajukannya sendiri. Mungkin, ia sendiri ragu hendak menjawab seperti apa. Namun, menilik seluruh tulisannya yang melukiskan penderitaan, melalui wawancara, para pengarang berbakat dan produktif seperti M. Arief Hakim, Nur Kholik Ridwan, Muhidin M. Dahlan, suka atau tidak, seharusnya wartawan ini menjawab: “Tidak mungkin hidup layak dengan menulis”.

Jelas tulisan di Republika itu tidak memberikan jalan keluar. Tulisan itu justru melumpuhkan pembaca, memadamkan semangat para pengarang yang mau menjalani hidup melalui tulis menulis.

Jalan Keluar: Mendirikan Penerbitan Sendiri
Sudah seharusnya, pengarang menolong dirinya sendiri, dengan mendirikan penerbitan sendiri di dapur atau di bagian ruang depan rumah kontrakannya. Soeharsono, penulis buku “Mencerdaskan ESQ Anak”, menerbitkan bukunya sendiri, sudah lima kali cetak ulang. Ia panen raya dari buku yang diterbitkannya sendiri. Dari kediamannya di kawasan Depok II Tengah, Bogor, Jawa Barat, ia mengelola penerbitan yang didirikannya sendiri. Awalnya, seorang diri, dibantu isterinya. Kini, ia menggaji tiga orang karyawan seiring pertumbuhan buku-buku baru karangannya yang semakin banyak dan beraneka.

Di rumahnya, Soeharsono berkantor. Dan, dia tidak perlu lagi menghamba kepada penerbit lain untuk menerbitkan buku-bukunya. Bahkan, kini ia bisa menerbitkan buku karya-karya orang lain, selain buku karyanya sendiri.
Hidup dengan mengandalkan honor tulisan-tulisannya di koran Yogyakarta, juga dari honor buku-bukunya, telah dia campakkan. Karena terbukti, tidak lagi dapat menopang hidupnya secara layak, walau seorang bujangan. Setelah berkeluarga ia pindah ke Jakarta, dan mendirikan penerbitan untuk naskah buku-bukunya sendiri.

Mengapa Soeharsono, penulis berbakat itu, menempuh jalan wirausaha melalui penerbitan dan ia terus memproduksi karya-karyanya sendiri? Karena ia sadar, ia bisa dihimpit kemelaratan jika terus menerus menjual naskah-naskah ke pihak lain. Jadi, jalan keluar dari problem serius ini, ia membalikkan pikirannya sendiri. Ia membalik paradigma berpikir yang selama ini ia kembangkan dengan tekun. Ia menempuh jalan mendaki. Ia mencari jalan-jalan yang baru sama sekali yang tak terpikirkan selama ia hanya menulis buku untuk penerbit lain, atau mengirimkan artikel ke koran-koran di Yogya.

Jalan Wirausaha, Membuka Peluang Bisnis Baru
Dengan sadar ia menempuh jalan asing dan berbahaya. Jalan mendaki dan jalan baru, asing dan berbahaya itu ialah jalan wirausaha. Tegasnya, mendirikan penerbitan buku sendiri. Nama penerbitan itu, dipilihnya sendiri: INISIASI PRESS. Soeharsono itu kini terus menulis, dikitari seorang isteri dan enam anaknya yang masih kecil-kecil. Soeharsono, pemilik penerbitan INISIASI PRESS itu terus berkarya, menjadi penulis bebas.
Posisi intelektualnya sungguh tegas: Pemikir bebas dan merdeka! Dan, ia dengan bebas pula, kapan buku-bukunya bisa terbit. Bisa hari ini, minggu depan, atau lusa. Tak perlu lagi ia menghamba pada belas kasihan penerbit manapun.
Segalanya, dia tentukan sendiri. Kapan ia menulis naskah, melay-out, mencetak, menerbitkan, memasarkan, dan menagih uang penjualan buku-bukunya dari distributor, kini ia tentukan sendiri. Ia berpikir dari hulu ke hilir. Ia kini seorang pengarang sekaligus pejuang wirausaha. Karena, dialah pengarang sekaligus pemilik penerbitan buku-bukunya sendiri.
Alangkah indahnya pengarang yang mulai membuka diri, berwirausaha, dimulai di rumahnya. Pengarang semacam inilah yang punya peluang kaya raya, menjadi milyader, secara realistik dan rasional. Membuat naskah sebanyak-banyaknya, lalu menjualnya ke penerbit, dan berharap kaya raya, bukan jawaban yang realistik. Anda tidak akan menemukannya di alam kenyataan. Ini adalah mimpi-khayal yang ditawarkan oleh para penulis buku-buku tentang teknik mengarang.
Puh!

Sukses Besar lewat Penerbitan
Sukses besar hanya milik pengarang yang mau menempuh jalan mendaki, baru, asing dan berbahaya: jalan wirausaha. Wirausaha, atau bisnis adalah jalan berbahaya sekaligus penuh peluang-peluang bisnis yang terbuka!

Untuk meraih sukses besar, lewat wirausaha, tak perlu gelar. Soeharsono, pemuda bersahaja itu berhasil meraih sukses besar itu tanpa gelar! Lewat penerbitan buku miliknya sendiri, Soeharsono, pengarang bersuara lembut itu panen raya. Lewat jalan wirausaha, ia sukses besar tanpa mengandalkan gelar sama sekali.
Berani coba sendiri?

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia pula yang menyempitkan rezki itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang BERIMAN.”
Q.S. Ar Rum (Bangsa Rumawi) ayat 37


Ingin Kiat Praktis Dirikan Wirausaha Penerbitan Buku di Rumah dan Kiat Menulis Buku dengan Kecepatan Cahaya?
Klik : www.bukumilyarder.blogspot.com
Klik : www.yudipram.blogspot.com

Tidak ada komentar: